Mempertimbangkan Kembali Pengakuan terhadap Sertifikat Akta IV



Sertifikat Akta IV telah lama menjadi salah satu bukti kelayakan seseorang untuk mengajar di Indonesia. Sertifikat ini mencerminkan kompetensi dan kemampuan pedagogis yang telah diakui secara resmi. Namun, dengan perubahan kebijakan pendidikan, status pengakuan terhadap Akta IV kini dipertanyakan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemegang sertifikat, yang merasa usaha dan pengabdian mereka menjadi tidak dihargai.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, seorang guru adalah pendidik profesional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Kompetensi seorang guru juga dijelaskan dalam Pasal 10 UU tersebut, yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Akta IV, yang diperoleh melalui program pendidikan dan pelatihan khusus, dirancang untuk memenuhi kompetensi ini.

Dalam perspektif pendidikan, seorang ahli pendidikan, Prof. Dr. Suyanto, M.Pd., pernah menyatakan, "Pengakuan terhadap kompetensi guru adalah bagian penting dari penghormatan terhadap profesi guru. Ketika sertifikat yang melambangkan kompetensi itu diabaikan, kita berisiko merusak kepercayaan diri guru dan motivasi mereka untuk terus berkembang."

Sertifikat Akta IV bukan sekadar dokumen administratif, melainkan simbol pengakuan terhadap kompetensi yang telah diperoleh melalui pendidikan formal. Para pemegang Akta IV telah menjalani proses pembelajaran yang melibatkan teori pendidikan, penguasaan kurikulum, dan pengalaman praktik di lapangan. Penghapusan pengakuan terhadap sertifikat ini dapat diartikan sebagai pengabaian terhadap dedikasi mereka untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Mengacu pada Pasal 58 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang mengatur tentang program sertifikasi, pemerintah seharusnya mempertimbangkan mekanisme transisi yang adil. Salah satu solusi yang dapat diambil adalah program penyetaraan atau konversi, di mana pemegang Akta IV diberi kesempatan untuk meningkatkan atau menyesuaikan kualifikasi mereka sesuai standar terbaru. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan dan pengakuan terhadap pengalaman kerja profesional.

Di samping itu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, pernah menekankan pentingnya menghargai sejarah profesi guru. Ia berkata, "Pendidikan tidak hanya tentang masa depan, tetapi juga tentang menghormati kontribusi masa lalu. Kita harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil menghargai dedikasi guru, termasuk pengakuan terhadap kualifikasi mereka."

Dengan mempertimbangkan dasar hukum dan pandangan para ahli, penghapusan pengakuan Akta IV perlu ditinjau kembali. Alih-alih menghilangkan pengakuannya, pemerintah dapat mengintegrasikan sertifikat ini ke dalam sistem sertifikasi guru yang baru. Langkah ini tidak hanya menjembatani kebutuhan regulasi, tetapi juga memberikan penghargaan yang layak kepada para pendidik yang telah berkontribusi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Pada akhirnya, pengakuan terhadap Akta IV adalah bentuk penghargaan terhadap dedikasi guru dan kontribusi mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kebijakan yang inklusif dan berkeadilan akan memastikan bahwa perjuangan para pendidik tidak sia-sia, sekaligus membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan pendidikan Indonesia.

0 comments

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan bijak, sopan, dan santun. termiakasih telah mampir dan membaca blog kami.