Sosiologi telah menelantarkan salah satu bidang kemasyarakatan yang sangat penting yaitu hukum. Di Indonesia tidak hanya sosiologi hukum saja yang masih agak asing, akan tetapi bahkan sosiologi sebagai ilmu yang umum tentang masyarakat baru memulai tradisinya yang tetap sesudah perang dunia kedua (Selo Soemardjan 1944), walaupun sebelum perang dunia kedua telah diberikan kuliah-kuliah sosiologi pada Sekolah Tinggi Hukum di Batavia, yang maksudnya hanya sebagai pelengkap bagi ilmu hukum.
v Para sosiolog mengalami kesulitan untuk menyoroti sistem hukum semata-mata sebagai himpunan kaidah-kaidah yang bersifat normatif sebagaimana halnya dengan para yuris.
Beberapa faktor penyebab kurangnya perhatian para sosiolog terhadap hukum yaitu :
Adalah suatu hal yang sulit bagi para sosiolog untuk menempatkan dirinya di dalam alam yang normatif, oleh karena sosiologi merupakan suatu disiplin yang kategoris. Artinya, sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan tidak menelaah tentang apa yang seharusnya terjadi (Soerjono Soekanto 1978:25,26). Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi membatasi diri terhadap persoalan penilaian, artinya sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang, dalam arti memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan.
v Ada dugaan bahwa pada umumnya para sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat bahwa hukum merupakan himpunan peraturan yang statis.
v Para sosiolog mengalami kesulitan untuk menguasai keseluruhan data tentang hukum yang demikian banyaknya yang pernah dihasilkan oleh beberapa generasi ahli-ahli hukum (David Riesman 1962: 14).
Pelaksanaan hukum yang efektif memerlukan dukungan sosial yang luas. Hukum yang berlawanan dengan adat-istiadat yang berlaku didalam suatu masyarakat, akan menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat yang akan membahayakan kewibawaan hukum itu sendiri.
Suatu fakta yang merupakan penghalang terhadap hubungan antara sosiologi dengan hukum yang menyebabkan lambatnya perkembangan sosiologi hukum adalah kesulitan terjadinya hubungan antara para sosiolog dengan para ahli hukum oleh karena kedua belah pihak tidak mempergunakan bahasa dan kerangka pemikiran yang sama. Sulitnya komunikasi antara seorang sosiolog dengan ahli hukum dipertajam dengan kenyataan bahwa masing-masing mempunyai pusat perhatian yang berbeda. Misalnya, seorang sosiolog antara lain dapat menetapkan bahwa suatu masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai tertentu, akan tetapi tidak dapat ditentukan bagaimana nilai-nilai tersebut seharusnya. Sedangkan ahli hukum lebih memusatkan perhatian pada kejadian-kejadian konkrit. Para sosiolog menganggap kejadian konkret sebagai refleksi dari gejala-gejala atau kecenderungan-kecenderungan umum (C.J.M. Schuyt 1971 :12).
0 comments
Posting Komentar
silahkan berkomentar dengan bijak, sopan, dan santun. termiakasih telah mampir dan membaca blog kami.