Model Pembelajaran Kooperatif “Make A Match”

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan pendekatan pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal.Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a match atau mencari pasangan.
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
10. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
11. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
12. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
13. Setelah itu terahir Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Kegiatan yang dilakukan ini telah membuat suasana belajar menyenangkan dan lebih menarik. Sebagian siswa tampak aktif mengikuti berbagai kegiatan yang harus dikerjakan oleh siswa. Meskipun di antara siswa masih ada yang belum menjawab pertanyaan secara benar, bagi siswa tersebut guru menganjurkan untuk mendiskusikan jawabannya ke dalam kelompoknya. Setelah para siswa berdiskusi akhirnya siswa tersebut dapat menjawab pertanyaan dengan baik, siswa mampu bersaing antar kelompok.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:
1. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2. materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3. mampu meningkatkan hasil belajar siswa
Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1. diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3. guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai
Berdasarkan kegiatan proses belajar mengajar, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode pencarian kartu padangan ini siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.
Pada saat guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep/topik tentang mencari pikiran utama dan pikiran penjelas dalam wacana untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). Setelah guru memerintahkan siswa untuk mengambil kartu tampak sebagian besar siswa bersemangat dan termotivasi untuk menarik satu kartu soal. Setelah siswa mendapatkan kartu soal, masing-masing tampak memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. Kelompok dengan pasangannya ingin saling mendahului untuk mencari pasangan dan mencocokkan dengan kartu (kartu soal atau kartu jawaban) yang dimilikinya. Di sinilah terjadi interaksi antar kelompok dan interaksi antar siswa di dalam kelompok untuk membahas kembali soal dan jawaban. Guru membimbing siswa dalam mendiskusikan hasil pencarian pasangan kartu yang sudah dicocokkan oleh siswa.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.”
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Selanjutnya, penerapan metode make a match dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa; mengembangkan keingintahunan dan imajinasi; memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan; mengembangkan beragam kemampuan dan pengalaman belajar; karakteristik mata pelajaran.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakuakan di luar kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau di tempat yang terbuka.
b. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan sebab dalam model pembelajaran kooperatif bukan kognitifnya saja yang dinilai tetapi dari segi afektif dan psikomotoriknya juga dinilai seperti kerjasama diantara anggota kelompok, keaktifan dalam kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada kelompok.
c. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik pribadi tidak luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru keunikan itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.
d. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Dalam model pembelajaran kooperatif pembagian tugas rata, setiap anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa yang telah didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban secara individu.

Daftar Pustaka
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.

0 comments

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan bijak, sopan, dan santun. termiakasih telah mampir dan membaca blog kami.